Jumat, 10 April 2015

Menyambangi Ijen

Setelah selesai liburan ke Bromo, dan mumpung masih ada waktu jumat-mimggu saya pun meneruskan perjalanan menuju Bondowoso dan menginap di rumah salah seorang teman..
April 3, 2015
Pukul 06.45 WIB setelah selesai sarapan pagi, Guus keluar masuk kamar mandi karena “terpaksa” menghormati tuan rumah yang telah menyajikan kopi dan ubi rebus plus sarapan berat haha..padahal dianya tidak terbiasa sarapan terlalu cepat di pagi hari di negaranya. Setelah bergegas kami pun diantar ke Terminal Bis Bondowoso untuk mengejar jadwal keberangkatan bis colt pukul 07.00 dengan ongkos Rp. 40.000-50.000 katanya, namun sayangnya lagi lagi rencana berubah, setelah menunggu satu jam lebih di terminal kami mendapatkan informasi bahwa pada hari itu bis dari Sempol-Bondowoso tidak berangkat artinya tidak ada transport menuju sempol. yaa berubah lagi rencana hahaha

Setelah berdikusi dengan Guus, akhirnya kami sepakat untuk menggunakan ojek menuju sempol dan tentunya dengan ongkos yang tiga kali lipat mahalnya, tapi apa boleh buat ketimbang gak jadi berangkat? hehe

Ternyata menggunakan ojek bahkan boleh dibilang lebih seru ketimbang menggunakan bis, serius lo, sepanjan jalan kami melintasi daerah persawahan, aroma tanah sawah nya yang khas, serta bisa mampir sesuka hati kami. Kami juga berhgenti desa klincung, semoga gak salah nama desanya, untuk mencicipi buah durian yang bagi Guus tentunya ini menjadi pengalaman pertama. Setahu saya umumnya orang eropa atau pun turis asing tidak doyan rasa dan aroma buah durian yang terkenal tajam, tapi si bule yang satu ini walaupun katanya sekedar mencicip tapi ku lihat lebih dari 5 butir di embatnya juga hahaha. 
kadang kali dimana perubahan rencana ada saja kompensasi yang tak diduga duga sebelumnya
Tiga puluh menit menuju sempol, mendadak cuaca berubah dari cerah menjadi gelap dan hujan lebat, jadilah kami berbasah basah ria sepanjang perjalanan, memasuki perkebunan Kali Pait yang banyak ditanami dengan kopi arabika yang khas, tertata rapi dan nampaknya selalu dipangkas dengan dahan dahannya yang merunduk ke tanah serta pepohonan damar yang rindang yang siap di sadap getahnya menjadi penghibur mata selama perjalanan.

Sekitar pukul 11.45 kami pun tiba di depan terminal bis Sempol, di samping masjid persis di depan rumah dinas Pak Sapto, staf puskesmas sempol yang sebelumnya telah dihubungi temanku, daaan ternyata dia telah mempersiapkan makan minum bagi kami, karena emang 30 menit sebelum tiba kami telah memberi tahu posisi kami, wow serasa disambut bak tamu besar dan keluarga jauh yang datang berkunjung. Minuman, snack dan buah buahan yakni manggis pus dihidangkan kepada kami..alhamdulillah, tidak hanya berhenti disitu kami pun disajikan sop daging yang masih panas coi :D

Pak Sapto sang tuan rumah yang dengan kebaikannya memberikan jamuan kepada kami
Setelah selesai makan siang, kami pun tak lama kemudian diantarkan menuju basecamp pendakian Kawah Ijen. Dan sesampainya disana, kami pun langsung menghubungi pihak pengelola Taman Wisata Alam Kawah Ijen, dan ternyata tidak ada kamar atau guest house, adanya ya tenda alias camping di halaman yang terbuka, dengan harga yang relatif murah, cuman Rp. 100.000 per tenda per malam, awalnya kami berpikir untuk tidak menggunakan tenda dan hanya meluruskan kaki saja di warung warung yang dengan senang hati mengijinkan kami untuk berbaring sembari memesan makanan minuman tentunya, namanya juga orang jualan coi. 
Pak Sapto yang dengan baik hati mengantarkan kami hingga sampai ke basecamp Taman Wisata Alam Kawah Ijen
Selamat Datang
Tapi makin lama makin sore, udara makin dingin dan kamipun makin merasa tidak nyaman karena banyak nya tamu yang mampir silih berganti untuk sekedar ngeteh dan juga meluruskan kaki. Akhirnya kami putuskan kembali menyewa tenda plus sleeping bag tambahan.

taraaa..ini mah lebih seru nge camp disini..feel like home kan :D
Selanjutnya apa yang terjadi tau kan??? Tidur siang hahaha..serius coi sejak turun dari bromo emang kurang tidur dan tubuh masih pengen pemulihan dulu, jadilah kami tidur siang di dalam tenda yang adem karena suhu yang dingin ampe pukul tujuh sore..terbangun karena pengen pipis dan laper. Awalnya pengen keluar sendiri cuman ni bule kasian juga tidur kelaparan haha, lalu Guus ku bangunkan dan dia pun setuju untuk mencari sesuatu yang hangat tapi ingat bukan kehangatan, bahaya coi kalo ketahuan istri ntar hahaha..

Oiya kami dan guus sepakat akan berpisah selepas pendakian Ijen, dia akan melanjutkan ke Banyuwangi dan selanjutnya ke Denpasar dan Lombok sementara akunya akan balik ke Bondowoso-surabaya dan kupang kembali kerja hehe..

Di warung sambal ngeteh, kami ke datangan rombongan pemuda yang duduk dekat kami, kami pun memberanikan diri sekedar untuk say hello dan berbasa basi coi, maklum sama sama mau mendaki siapa tahu bisa jadi teman sependakian kan, dan ternyata mereka berasal dari Denpasar bekerja di Perusahaan Panasonic dan sedang long weekend, datang ke Ijen dengan mobil kantor, setelah ku terjemahkan kepada Guss, kami berdua pun langsung tersenyum karena mikir peluang numpang buat si bule menuju Denpasar hahaha..saya pun menceritakan bagaimana kami bisa berteman dan tujuan kami masing masing, dan nampaknya mereka mengerti arah pembicaraan kami. Adi (nampaknya si bos di rombongan ini) langsung menawarkan kepada Guus untuk ikut rombongannya kembali menuju Denpasar, dengan pura pura surprise kami pun mengucapkan terimakasih padahal sudah diharapkan hahaha…dann kami pun jadi akrab dan merencanakan akan melakukan pendakian bersama sama dini hari nanti.
Dari kiri ke kana; Guus, diriku, Mas Didik, Diah dan Adi dari Tim Panasonic :D
Jam sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, kamipun memutuskan untuk segera beristirahat agar bisa bangun sekitar jam 12 malam untuk bersiap2 melakukan pendakian, Edho salah satu tim Panasonic memutuskan akan bergabung di tenda kami sementara Adi, Diah dan Mas Didik akan istirahat di mobil mereka di parkiran.

Dini harisekitar pukul 00.30 kami terbangun dan setelah berkemas-kemas dan ke kamar mandi kamipun berkumpul untuk mencari minuman hangat sembari menunggu jadwal buka penjualan tiket di warung mbak im. Dan ternayata si pemilik warung juga menjualkan wifi, harganya relatif murah Rp. 5000 per jam, murah karena emang sinyal telepon tidak tersedia di area basecamp, jadilah wifi berbayar tersebut kami manfaatkan, dan benar ternyata di BBM istri di rumah udah bertanya tanya kenapa tidak bisa dihubungi, ternyata ada yang khawatir juga coi hahaha..
Pengobat rindu tatkala kehilangan sinyal telepon :D
Setelah berinternet ria seperlunya, kami langsung menuju kantor penjual tiket masuk, Rp. 5000 untuk pendaki lokal dan Rp. 100.000 untuk pendaki internasional, awalnya terpikir ide nakal ku untuk memesan tiket bagi Guus dengan harga lokal tapi kami batalkan khawatir “dirazia” hahaha, dan betul pas ngantri masuk ke gerbang pendakian, petugas melakukan pemeriksaan terhadap tiket para pendaki. Kamipun melihat petugas bertanya dalam Bahasa Indonesia kepada salah seorang pengunjung yang menggunakan tiket seharga Rp. 5.000 namun karena yang bersangkutan tidak bisa menjawab akhirnya ketahuan kalo pendaki tersebut turis berkebangsaan India, aku dan Guus langsung tersenyum dan malu pada diri sendiri kalo itu terjadi pada kami hahaha..Pelajaran penting coi, jangan gara gara harga tiket kita mempermalukan diri di banyak orang yang sedang ngantri hahaha :D

Pendakian kami start mulai pukul 02.15 dini hari menuju kegelapan dengan jalur pendakian yang lumayan jelas dan barisan pendaki yang mengular menuju ke ketinggian. Ada yang mendaki dengan teman teman club, ada yang mendaki dengan pasangannya, ada yang mendaki dengan anak istri da nada yang mendaki dengan dipandu oleh tour guide. Kebanyak turis korea, mexico dan Singapore mendakin dengan pemandu, sementara turis eropa lebih banyak mendaki tanpa guide dan pendaki lokal mendaki dengan suasana yang agak heboh, ada yang membawa tape sepanjang pendakian dini hari yang membuat pendakian semakin asik bin heboh hehehe.

30 menit pertama barisan pendaki berjalan dengan normal bahkan sebagian melangkah cepat, namun satu jam kemudian, satu persatu para pendaki, istirahat untuk Tarik nafas, sebagian ada yang mulai muntah muntah dan sebgain masih berjalan dengan ritme yang konsiten. Diatas satu jam pendakian, semuanya berjalan sesuai dengan kemampuan masing masing, termasuk diriku yang sudah mulai ngos ngosan, Adhie yang mulai tertinggal namun terus berjalan pelan, Guus yang konsisten terus melangkah ke depan sembari sesekali melihat ke belakang dengan senter, sementara Edho, mas Didik dan Diah sudah tertinggal di belakang di balik kegelapan.

Satu, dua, tiga kali kami berhenti di pinggir jalur dan mencari posisi yang nyaman untuk duduk dan menghirup oksigen. Adi mulai bercanda dan menyalahkan postur tubuhnya yang kelebihan lemak dan aku bercanda dengan Guus kalo para bule punya paru paru dan jantung yang lebih besar dibandingkan kami hahaha..

Botol aqua pun kami keluarkan, satu dua teguk cukuplah untuk membasahi tenggorokan dan menganti keringat yang telah bercucuran, sekerat coklat batang pun membantu kami mengganti kalori yang terpakai selama satu jam pendakian. Dengan kemiringan sekitar 30-45 derajat memang membuat pendakian harus berjalan dengan ritme yang lambat, mendingan lambat ketimbang sok paten dan ngos ngosan dan gagal di pendakian coi, serius, pendakian yang lambat dan konsisten menurutku akan membantu tubuh untuk melakukan aklimatisasi selama perubahan ketinggian dan suhu udara yang dingin, sesekali aroma belerang pun mulai tercium di udara.




Terus berjalan, menanjak, istirahat, minum dan ngemil coklat adalah rutinitas selama pendakian di pagi hari, sesekali terlihat landscape Kota Banyuwangi dikejauhan di dalam kegelapan yang dipenuhi dengan hamparan lampu lampu di wilayah yang luas.

Selama pendakian Guus selalu berada di depan, aku di posisi kedua dan adi di belakangku, namun kami sering berhenti dan saling menunggu satu sama lain, khususnya Adi yang terus berjuang di pendakian. Hampir satu setengah jam pendakian, kami pun tiba di shelter berupa pondokan yang untuk beristirahat sejenak, di ketinggian 2200 mdpl sembari kembali meneguk air minum botolan kami. Sambil duduk setelah minum, aku dikejutkan seorang mbak mbak, dianya to the point meminta air mineralku karena dia kehausan dan katanya dia terpisah dari rombongan dan seluruh logistiknya ada bersama teman-temannya. Paham dengan situasinya secara spontan ku berikan air mineralku, dan setelah berbincang ringan ternyata si mbak berasal dari Denpasar..waaah Denpasar lagi hahaha..namun sekitar 2 menit setelah itu rombongannya pun tiba dan dia langsung mereasa kegirangan dan mengatakan kalo dirinya sudah panik karena mengetahui terpisah dari rombongannya. Tanpa berlama lama kami pun permisi untuk terus melanjutkan pendakian.

Semakin ke atas semakin terasa aroma belerang yang keluar dari kawah ijen dan kami berkeyakinan bahwa ini adalah pertanda bahwa puncak sudah semakin dekat. Aku ingat bahwa puncak berada di ketinggian 2386mdpl dan kami baru di posisi 2214 mdpl. Semakin naik ke ketinggian semakin kuat aroma belerang dan kami pun harus menggunakan masker dadakan sekedar kain penutup hidung kami selama melanjutkan perjalanan pendakian.

Tak lama 20 menit pendakian puncak makin terasa dekat, semakin kuat dorongan kami ingin segera tiba ke puncak mengalahkan rasa lelah yang terus mendera sejak tadi, apalagi jalur menuju puncak semakin datar maka makin semangat untuk terus melangkah. 

Akhirnya kamipun tiba di puncak Ijen, pemandangan yang luar biasa kami lihat di sepanjang jalur pendakian dengan lampu lampu yang beriringan membentuk rangkaian lampu yang tiada putusnya dari bawah hingga ke puncak..waw. Apakah sudah selesai?? Belum kawan. Pendakian Kawah Ijen dari namanya sudah jelas bahwa pendakian ini tidak terhenti hanya sampai puncak tetapi masih harus diteruskan menuju dasar kawan dan danaunya..menyaksikan semburan api biru dari dalam dasar kawan yang menghasilkan lelehan belerang cair yang para penambang lokal telah menanti dan bekerja untuk mengeruk dan mengumpulkan tumpukan bongkahan belerang yang telah mengeras dan diangkut kembali ke puncak dengan jalan bebatual yang terjal dan menanjak..wow dan langsung dibawa turun ke bawah ke basecamp.

Jalur menurun menuju dasar kawah untuk menyaksikan blue fire dan penambang belerang
Ya..pendakian ini memang ingin menyaksikan para penambang belerang dan api biru yang menyembur dari dalam bebatuan kawah. Dari puncak kami turun perlahan diantara celah bebatuan menuju dasar kawan lebih 20 menit, sesekali istirahat dan terus berjalan mendekati semburan api biru dan lokasi para penambang. Dan rasa bahagia bin takjub jelas menghampiri kami, Adi terus mendaki mendekati pusat semburan api biru hanya untuk sekedar mendapatkan foto api biru dengan jarak yang dekat, tapi bagiku cukup menikmati dari dasar kawah dan menyaksikan bagaimana para penambang sulphur sangatlah lebih dari cukup coi, takjub dan merasa lebih banyak bersyukur.

Para penambang belerang yang bekerja d dasar kawah sekitar pukul 04.00 dini hari

susah mendapatkan foto apo biru yang muncul dari bebatuan dasar kawah ijen, apalagi dengan kamera hp

salah seorang penambang belerang yang sedang memikul keranjang yang berisi sekitar 80 kg batuan belerang menuju puncak dan selanjutnya menurun menuju perkampungan di bawah kaki gunung, per kilo nya diharga sekitar Rp. 900
Sesekali asap belerang bergerak mendakati kami dan dengan kadar asamnya yang tinggi terkadang membbuat mata perih dan tenggorokan serasa asam, kalo sudah begini ya harus tutup hidung rapat2 dengan kain basah coi kalo gak mau jadi asinan belerang hahaha…

salah satu pemandangan puncak yang dipenuhi oleh banyak nya pendaki baik yang akan turun maupun yang baru tiba
sisi lain puncak yang sedikit luas dengan background salah satu perbukitan
menyempatkan diri di shelter pondok bundar di ketinggian 2214 mdpl soalnya kalo pas mau naik masih gelap jadi fotonya pas turun

Setelah puas di dasar kawah kami pun kembali naik ke puncak untuk kembali ke bawah.Guus bersama rombongan grup Panasonic terus melanjutkan perjalanan menuju banyuwangi dan Denpasar sedangkan aku sendiri terpaksa putar otak mencari tukang ojek yang bersedia mengantarkanku ke Bonodowoso, karena taka da pilihan aku pun bersedia membayar harga yang ojek yang cukup mahal, karena sudah sangat mengantuk ku putuskan untuk menginap ke Hotel Ijen View, harapannya hanya dengan kamar standar yang murmer coi eh ternyata sampai di recepcionist semua full booked waaaaa..dengan berat hati dan ikhlas seikhlas2nya aku pun menginap di suite hahaha, walaupun sebenarnya suite di hotel ini sama dengan superior di banyak tempat, tapi sudah mengantuk aku pun malas berpikir panjang lagi dan langsung tidurrr hahaha

April 5, 2015
Pukul 05.00 pagi check out dari hotel, karena bis patas AC bondowos-surabaya sudah lewat maka kuputuskan menggunakan bis ekonomi itung itung melihat kota kota yang akan dilintasinya, karena bis ekonomi sudah pasti akan menurun naikkan penumpang di banyak jalan.
Banyak yang bisa dilihay coi, salah satunya pengamennya di pasuruan yang ibu ibu menyanyi bak karaoke di dalam bis berbeda dengan banyak tempat yang pengamennya para pria, anak anak ataupun dewasa dengan gitar ataupun sekedar kerincingan tutup botol.

Tiba di terminal bis bungurasih Surabaya pukul 11.00 dan karena jadwal penerbangan yang masih lama yakni pukyl 18.00 maka ku putuskan untuk duduk santai sembari beristirahat di salah satu pojokan di dalam lokasi terminal, mungkin karena laper habis juga dua mangkok bakso dan dua gelas es teh hahaha.
Dan sekitar pukul 14.00 tiba di bandara juanda dengan menggunakan taksi argo sekitar Rp. 60.000 dan dengan sok perlente menghabiskan waktu di starbucks dan sisa sisa perdiem yang masih ada hahaha..gak penting coi kalo yang ini.
===salam====

Kamis, 09 April 2015

Selimut Magis Keindahan Bromo


Landscape hamparan pasir diantara perbukitan dan Gn Bromo dengan pura yang berada persis ditengahnya
Selepas menghadiri pertemuan kantor di Surabaya, ditemani dengan salah seorang teman kantor, kami meluncur sore hari sekitar pukul 16.30 WIB dari Surabaya dengan tujuan bromo. Oiya kami ke bromo dengan menyewa mobil untuk mengantarkan kami mengingat waktu yang sudah sore hari dan untuk memaksimalkan liburan kali ini.

Sudah berulang kali saya ke propinsi jawa timur namun belum pernah sama sekali berkesempatan untuk mengeksplorasi berbagai tempat yang menarik dikunjungi, karena ini saya kali ini berpikir untuk mencoba memulai eksplorasi kawasan wisata Bromo dan Kawah IJen. Kedua destinasi ini menurut saya sangatlah terkenal di berbagai manca Negara, serius lo :D

Karena menggunakan mobi rental maka kami memiliki kesempatan untuk mampir ke berbagai kota kota dari Surabaya menuju probolinggo, dimana kawasan Taman Nasional Tengger Semeru berada.
Sebaiknya hindari melakukan perjalanan sore hari pada saat jam kantor selesai, karena seperti yang kami alami macet sangatlah tidak bisa dihindari khususnya di Kota Surabaya menuju Sidoarjo sehingga kenderaan pun hanya bisa jalan merayap merambat macam siput kalo ku bilang, tapi tidaklah separah macatnya kota Jakarta.

Kami pun tiba di Kabupaten Bangil sekitar pukul delapan malam dan mampir di Rumah Makan Cairo salah satu rumah makan yang katanya dengan makanan yang berbau arab. Setelah meminta pendapat om supir kami, saya pun mencoba memesan gulai kacang hijau, menarik karena namanya saja udah buat ku penasaran, seumur umur panganan kacang  ijo biasanya disajikan dalam bentuk bubur ataupun kue kue ringan, tapi kalo disini dijadikan gulai (dalam hati ku berdoa mudah-mudahan aja rasanya enak hehe) sementara temanku zul dan pak supir kami memesan sate kambing dan nasi gulai.
Ternyata gulai kacang ijo ini merupakan gulai daging sapi) dicampur dengan kacang ijo, rasanya lumayan namun bagi ku yang orang sumatera kalo tak berasa cabe nya serasa tak lengkap. Mungkin karena lapar gulai dan sate kambing pun habis dalam sekejap haha..belakangan di perjalanan barulah kami merasakan efek dari makanan tersebut, zulhamdi dan diriku mengeluhkan tengkuk atau bagian belakang leher terasa tegang haha, nampaknya tekanan darah kami meningkat dikarena kolesterol tinggi yang kami makan dari daging kambing dan sapi tadi, jadilah bawaan kami pengen berbaring dan tidur sepanjang perjalanan Kota Bangil menuju probolinggo.
Probolinggo

Sekitar pukul 21.30 kamipun mencapai pertigaan Kota Probolinggo dengan Kecamatan Tongas, rute menuju ke kawasan Bromo. Sepanjang perjalanan om supir kami memberitahukan bahwa masyarakat probolinggo, Bondowoso mayoritas berbahasa Madura. Madura? Ya Madura yang pulaunya sekarang sudah dihubungkan dengan Jembatan Suramadu.
Seumur umur ya, yang saya tahu tentang masyarakat Madura adalah, penjual sate, tukang cukur, dan pastinya pengepul besi bekas hehe, dulunya saya berpikir apakah jembatan Suramadu dapat bertahan lama setelah dibangun hehe.. (sorry manteman maduram jangan marah rek :D). Ternyata disini masyarakat Madura mendominasi dan menjadi komunitas terbanyak di kota kota tadi.

Setelah belok kanan dari Tongas menuju Kecamatan Sukapura, om supir mulai melambatkan laju kenderaan kami karena di kejauhan terlihat ada tenda yang terpasang yang memenuhi badan jalan, setelah semakin dekat dan jelas terlihat ternyata masyarakat setempat sedang melaksanakan Pengajian Umum. Asalkan tahu aja ya, untuk urusan agama, masyarakat Madura hampir sama karakternya dengan masyarakat aceh menurutku, ketika ada ceramah-ceramah yang dihadiri oleh ulama, palagi yang terkenal, masyarakatnya akan tumpah ruah memenuhi badan jalan, ibu dan anaknya, bapak bapak maupun para remaja dan juga para orang tua lanjut usia akan menghadirimya meskipun harus menahan rasa kantuk dan dinginnya malam. Khusus masyarakat Madura sepenglihatan kami mereka juga rela duduk di trotoar jalan, di depan rumah rumah warga guna mendengarkan ceramah agama.

Awalnya om supir kami merasa ragu untuk melintasi keramaian tersebut meskipun dia melihat beberapa kenderaan lainnya terus berjalan pelan dan melintasi tenda yang terpasang diatas badan jalan, sehingga dia dengan wajah yang agak khawatir dia memutar kenderaan kembali menuju pertigaan sebelum tongas menuju jember, namun setelah meninggal pengajian tersebut sekitar 5km eh dianya bingung dan kembali ke jalan semula dan melintasi dengan aman kerumunan masyarkat pada pengajian tadi, walah om udah macam mau buat komedi putar kurasa, bolak balik bingung arah :D
Tak lama kemudian sekitar pukul 22.30 kami mencapai Kecamatan Sukapura, dimana kawasan Taman Nasional Tengger Semeru berada. Jalanan mulai menanjak dan suhu dingin pegunungan pun mulai terasa. Di beberapa pertigaan jalan menuju bromo, sering sekali kami diminta melambat oleh warga setempat, yang ternyata menawarkan jasa penyewaaan Jeep untuk digunakan menuju bromo, mulai dari harga tiga ratus ribu hingga enam ratus ribuan, karena kami sudah melakukan pemesanan via hostel tempat kami akan menginap di Sukapura, maka kamipun menolak dengan ramah berbagai tawaran tersebut yang terus semakin banyak semakin mendekati tujuan kami.

Tepat pukul 23.00 kami pun tiba di hostel kami, café Lava Lodge walaupun sebelumnya kami sempat merasakan kebingungan karena hostel kami baru ketemu di penghujung jalan sebelum pintu masuk menuju kawasan bromo setelah bertanya lebih dari tiga kali di masyarakat yang kami temukan.
Karena badan sudah terasa lelah dan rasa kantuk yang sudah teramat berat, kami pun langsung menuju kamar hostel kami yang terbilang sederhana dengan penampilan yang cukup menarik dan sederhana dengan kekhasan penginapan di dataran tinggi. Tapi sebenarnya yang terpenting itu adalah tersedia selimut dan air panas dan pastinya adalah harga nya friendly budget :D
Bromo
Cafe Lava Hostel, fotonya saat mau pulang
Pukul 03.30 dini hari pintu kamar kami diketuk dan seorang petugas hotel dari luar menayakan kepada kami apakah kami sudah bangun, aihhh baru ajar tidur men udah disuruh bangun, yang berat kali lah mata ini ku rasa nak bangun palagi udara yang dingin makin buat malas keluar dari selimut, tapi ya demi sunset dan Bromo yam au cemana lagi, bangun lah dan langsung menyelesaikan urusan pribadi dikamar mandi, menyelesaikan sisa sisa perjuangan kemarin hehehe.

Setelah selesai bersiap siap, kami pun bergegas menuju lobi hostel dan tak lama setelah menunggu di depan hostel, kami dijemput Toyota Jeep double four wheel berwarna merah yang sudah dipesankan oleh pihak hostel kami dan ternyata di dalamnya hanya ada empat orang penumpang, kami dan dua orang remaja berbahasa perancis yang belakangan kami ketahui mereka tinggal dan bekerja di London sebagai barternder dan menabung berbulan bulan untuk bisa melakukan travelling selama lima bulan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Sekitar pukul 04.00 dini hari Jeep kami pun mulai bergerak menuju daerah penanjakan atau view point tempat pengunjung Bromo bisa menyaksikan sunrise dan Bromo diantara gunung gunung lainnya dan dilatarbelakangi Gunung Semeru yang menjulang tinggi di kejauhan. Setelah tiga puluh menit kenderaan melintasi jalanan berpasir dan jalanan menanjak kami pun tiba di parkiran, sang supir meminta kami untuk mengenali no kenderaan Jeep kami bukan warna mobilnya, yaiyalah Jeep warna merah akan berpuluh puluh parkir di depan kami dan akan bertambah lagi di belakang kami. Kami pun mengingat no plat Jeep kami dan sukurnya si bule remaja tadi yang bernama Ann dan Lea memfoto no plat kenderaan yang akan bermanfaat bagi kami nantinya.

Mulai dari urusan no plat tadilah kami mulai berinteraksi dan mulai melakukan percakapan ringan dan menjadi teman seperjalanan hingga jeep tour selesai. Setelah jalan sekitar serratus meter jalanan menajak, kami pun tiba di salah di musala, kami masih pikir voew point masih jauh di depan, so aku pun melakukan shalat subuh sebentar dan Ann-Lea bersedia menungguku agar bisa bersama sama menuju view point. Dan ternyata setelah shalat kami baru menyadari kalo view pointnya persis ada di samping musala hahaha, walah kirain view point masih jauh :D.

View point ini tak seperti harapanku, tenang, sunyi dan ada suasana mistisnya kayak di puncak kelimutu di flores sembari menunggu sunrise, ternyata lokasinya sempit sauprit dan dijubeli banyak pengunjung yang berdesakan dan kilauan cahaya foto para pengunjung bak dalam sebuah pesta tanpa henti, yang berada pada posisi di pinggir tebing menghadap kawasan bromo dan semeru. Tapi ya paboleh buat udah nyampe yaa dinikmati aja sebisanya. Hampir semua pengujung berdiri sembari menyaksikan horizon yang muncul karena pergerakan pelan matahari dan semakin lama warna keemasan sunrise di langit yang gelap terus membuat berbagai sensasi yang memanjakan mata kami hingga matahari terbit. 

Berbagai aksi pun terjadi mulai dari yang bergumam merasa takjub, mengambil foto sunrise, atapun aksi aksi selfie dan parahnya para pedagang bunga eidelweis pun berkeliaran menjajakan bunga bunga yang diikat dan dibentuk sedemiakian rupa untuk dijual kepada para pengunjung. Juju raja agak kesal melihat rendahnya kesadaran masyarakat kita yang memetik Bunga Eidelweis atau Bunga Abadi menurut banyak orang, karena sepengetahuanku tanaman dataran tinggi tersebut membutuh waktu yang lama bahkan bertahun tahun untuk bisa berbunga. Sudahlah taka da yang bisa dilakukan, aku masih ingat dulu semasa kuliah dan melakukan pendakian di Gunung Merapi di Bukit tinggi kami bersama komunitas pencita alam setempat melakukan razia terhadap para pendaki nakal yang memetik bunga tersebut daaan hasilnya kami mengumpulkan lebih dari satu karung penuh bunga eidelweis akibat ulah para pendaki tersebut.

Setelah kegiatan di view point selesai kami pun kembali menuju parkiran Jeep daan kamipun harus mulai mengingat lokasi parkirnya dan mulai mencocokkan nomor plat berbagai Jeep berwarna merah yang terparkir satu persatu dari kejauhan dan setelah menemukannya kami langsung dibawa melanjutkan tour menuju Bromo, hanya sekitar dua puluh menit kamipun tiba dan parkir di padang pasir untuk selanjutnya melakukan perjalanan menuju titik pendakian ke puncak Bromo.

Di sepanjang perjalanan yang berpasir tersebut, satu persatu masyarakat penyewa jasa kuda menawarkan kepada kami, mulai dari harga serratus ribu semakin dekat hargapun turun lima puluh ribu dan seterusnya.  Kalo menurutku kita bisa menikmati jalan di atas pasir yang hanya berjarak sekitar lima ratus meter dari parkiran Jeep, kecuali kalo ingin merasakan sensai menunggang kuda. Sepanjang jalan mata tidak hanya harus tertuju ke pura dan titik pendakian Bromo tapi mata juga harus melihat langkah kaki kita kalo tak mau salah injak ranjau, kotoran kuda :D.


Oiya pas di parkiran sang supir Jeep mengingatkan kami agar kembali berkumpul sekitar pukul 08.00 so kami harus menyiasati waktu kami selama perjalanan menuju kawah Bromo.Perjalan menuju kawah Bromo dari titik pendakian ternyata para pengunjung harus melalui anak tangga dengan kemiringan yang cukup miring sekitar 60 derjat, wow langsung dalam hati berpikir sanggup gak ya..soalnya hampir sebulan belakangan ini udah sama sekali tidak pernah jogging hahaha..mesin udah dingiiin :D

Satu,dua,tiga anak tangga aman dilalui, lima menit kemudian mulai lah jantung terasa mau copot, betis mulai terasa super berat untuk terus melangkah, pelan dan pelan terkadang terpaksa harus berhenti di anak tangga sambal berpegang ke sisi kiri kanan tangga sekedar untuk memberikan waktu beradaptasi dengan ketinggian dan oksigen yang terbatas dan lebih banyak dibutuhkan. Melihat teman temanku yang lain sudah diatas dan terus melangkah mau gak mau ya memantapkan hati terus dan terus melangkah sampai akhirnya di puncak kawah dengan nafas yang tersenggal serasa dada terasa mau copot hahaha..

Pemandangan yang menakjubkan menurutku bisa melihat dari ketinggian landscape kawasan Bromo dengan satu pura di tengahnya yang menghadap gunung Bromo dan gunung disampingnya, ada kesan mistis melihat landscape ini, entah mengapa tetapi tapi senang bisa berada di ketinggian begini. Buat kamu yang punya gangguan pernafasan (asma) dan jantung sebaiknya harus berpikir ulang kalo ingin melakukan pendakian ini,meskipun puncak Bromo tidaklah terlalu sulit dan tidaklah terlalu tinggi tetapi tetap aja butuh persiapan dan kesehatan yang prima.\

Selesai dipuncak, kami pun turun dan duduk di salah satu angkringan penjual kopi, sambil minum kopi tentunya, juga kami saling bertukar cerita dengan Lea dan Ann khususnya keingintahuan mereka tentang kekayaan Indonesia dan budayanya serta alasan alasan mereka melakukan perjalanan selama lima bulan penuh di lima Negara yang tentunya bagi saya dan zul sangat terkesan ketika mereka menyatakan ingin belajar banyak tentang kebudayaan kebudayaan Indonesia yang meliki sangat banyak suku dan Bahasa serta pulau. Tetapi salah satu alasan yang paling masuk akal menurutnya adalah karena mereka juga diuntungkan dengan nilai tukar mata uang mereka dengan rupiah. Ya iyalah, itu juga yang buat kami kadang jengkel kalo mau travelling ke luar negeri :D

Lea dan Ann juga menceritakan kalo ternyata mereka merasa ditipu oleh sopir mobil yang mereka rental karena mereka telah membayar dua kali harga normal yang semestinya mereka bayarkan, dan mereka juga kecewa dengan tingginya perbedaan biaya masuk taman nasional antara warga Indonesia dengan turis asing, antara Rp.32.000 dengan Rp. 217.000, gila kan bedanya hahaha..Diakhir Jeep tour kami masih sempat mengunjungi padang savana yang menurutku sih masih lebih banyak di flores atau NTT hahaha..dan bahkan lebih indah perbukitannya.

Sekembalinya ke hostel, kamipun membantu Lea dan Ann untuk menentukan rute menuju Banyuwangi dan Bali dengan Kereta Api atau Bus agar terhindar dari tindakan penipuan seperti yang sebelumnya mereka alami.

Selesai sarapan, saya dan zul karena merasakan capek dan masih mengantuk, melanjutkan tidur kembali hingga pukul 12.00 dan selanjutnya berkemas untuk check out dari hostel. Pukul 12.30 kami pun check out dan menuju terminal bis bison sukapura. Dikatakan Bison karena dulunya merek bisnya adalah Bison keluaran Isuzu, namun menurut beberapa supir yang saya jumpai di terminal tersebut, sekarang mereka tidak lagi menggunakan Bison karena tenaganya tidak sekuat kenderaan Colt Diesel yang saat ini mereka gunakan sebagai transportasi penguhubung sukapura-Probolinggo.

Minibus Colt jurusan Sukapura - Probolinggo

 Probolinggo

Sesuai dengan rencana semula saya dan zul akan berpisah di terminal bis Probolinggo, karena dia akan melanjutkan ke Malang dan saya sendiri akan menuju Bondowoso untuk ke Kawah Ijen untuk melakukan pendakian berikutnya.

Sambil menunggu bis berangkat kamipun berkenalan dengan salah satu penumpang berkewarganegaraan Belanda, Guus Neering Bogel, yang juga baru selesai mengunjungi Bromo dan berencana melanjutkan perjalannya solonya ke Kawah Ijen via Banyuwangi. Setelah ku beritahukan kalo akan menuju Ijen dan akan ditemani oleh teman sekantor menuju Ijen dan dijemput di Probolinggo, dia pun bersedia untuk merubah perjalanannya menuju Kawah Ijen bersama sama dengan saya dan kami pun bercerita banyak tentang perjalanan solo nya yang direncakan selama 40 hari.

Ternyata dia baru saja menyelesaikan pendidikan masternya di bidang teknik industry dan mulai awal Mei 2015 dia akan bekerja di salah satu perusahaan baja di Amsterdam. So ini adalah perjalanan pribadinya pertama ke luar negeri dan dia ingin mengunjungi Jakarta-Jogja-surabaya-Bromo-Kawah Ijen-Denpasar-Lombok dan mungkin ke flores.

Setelah penumpang penuh, sekitar pukul 14.00 bis pun berangkat pelan menuruni jalanan perbukitan dengan pelan dan berhati hati. Pemandangan hijau yang terhampar di punggung2 bukit menyejukkan mata, dimana mana lahan ditanami berbagai jenis sayuran dan menjadi komoditas ekonomi masyarakat Suku Tengger selain wisata.

Setibanya di terminal Bis Probolinggo kamipun sepakat untuk makan siang terlebih dahulu sebelum melanjutkan masing masing, Zul menuju Malang, saya dan Gosh menuju Kota Problinggo.Setelah makan sekitar pukul 15.00 WIB saya dan Guus melanjutkan perjalanan menuju Kota Probolinggo dengan menggunakan angkutan kota alias angkot berwarna kuning, normalnya ongkosnya hanya Rp. 5000. Di dalam angkot saya mencoba berbincang bincang dengan sang supir yang sudah lanjut usia namun beremangat menjawab berbagai pertanyaan saya tentang kota Probolinggo, apa yang mesti atau menarik saya datangi serta pusat pusat makanan yang perludi ekunjungi. Beliau terus menjawab dalam bahas Indonesia tapi lebih sering dalam Bahasa jawa namun dengan dialek Madura, kadang banyak pertanyaan balik sang supir yang saya sendiri tidak mengerti namun pura pura mengerti dengan menjawab ya atau sekedar tertawa kecil, namun setelah dia kembali bertanya dengan Bahasa jawa, mau tak mau saya pun menanyakan maksud pertanyaannya dalam Bahasa Indonesia hehe..ketahuan deh kalo saya taunya cuman Bahasa jawa dasar :D

Sesampainya di pusat pasar, saya dan Guus turun dan ketika saya membayar ongkos angkot dengan pecahan lima puluh ribuan,si Bapak pun mengembalikan hanya Rp. 30.000, seharusnya Rp. 40.000 karena ongkosnya hanya Rp.5000 dan itu tertulis jelas di pintu angkotnya, setelah ku tanya kenapa ongkosnya naik, dia hanya tersenyum sembari menyengir, dan mungkin yang ku tangkap karena dari tadi meladeni perbincangan dengan ku seramah mungkin jadinya ongkosnya naik, alahh pak supir hahaha..ya sutralah kami hanya bisa tersenyum bodoh sendiri dan melanjutkan perjalanan untuk melihat lihat isi Kota Problinggo dengan masing masing menggendong ransel. Syukurnya aku hanya membawa ransel daypack ku, malang buat Gosh karena dia membawa keril 75 liter dan sebuah daypack lainnya. 

Pukul 17.30 WIB kamipun dijemput oleh teman sekantor dari Surabaya menuju Bondowoso, alias mendapatkan tumpangan gratis dari Probolinggo dengan lama perjalanan sekitar 3-4 jam dan tiba pukul 23.00 dirumah mertuanya teman saya untuk bermalam sebelum melanjutkan perjalan keseokan harinya menuju Kawah Ijen.

Bersama Rifki dan keluarga
Malangnya teman kantorku yang semula nya bersedia menemani perjalanan kami ke Kawah Ijen, mendadak tidak bisa karena harus menghadiri acara keluarganya di Surabaya, so berubah lagi lah rencana kami, namun beruntungnya temanku tetap membantu kami agar bisa sampai ke tujuan dengan lancar, dengan menghubungi staf Puskesmas Sempol untuk membantu kami menuju base camp. Waah serasa semuanya dipermudah ya hehe..

Next --> Perjalanan Menuju Kawah Ijen